Friday, 17 August 2018 0 comments

(Bukan) Sekedar Tempat Tinggal


Ini penampakan depan tempat tinggal saya selama setahun terakhir. Bangunan super tua, berbahan dasar kayu, insulasinya pun tidak terlalu baik, jika tidak bisa disebut buruk, sehingga ketika musim dingin tiba, sangat terasa menggigilnya dan jika badai melanda, goncangannya sangat terasa, jangankan itu, orang lewat saja, juga pasti langsung berasa.  

Jika dibandingkan dengan apato-apato (read: sebutan untuk kosan di Jepang) yang  lain, mungkin gedung ini agak berbeda. Di gedung ini, semuanya buang sampah semaunya. Bahkan hingga hari terkhir saya tinggal disanapun, saya masih tak tahu bagaimana pengaturan jadwal pembuangannya. ini hal yang sangat aneh sebetulnya, karena pengaturan mengenai pengelolaan sampah di Jepang dibuat sangat rapih, aturan mengenai kapan kita diperbolehkan buang apa dan harus kemana kita buang apa, dibuat sangat mendetail, sehingga kita tidak bisa asal membuang seenaknya. 

Tapi tidak dengan gedung ini, sampai detik terakhir menjadi penghuninya, saya masih bisa bebas membuang sampah (di tempat yang telah disediakan tentunya). mungkin ini akibat dari usia gedung ini yang sudah sangat tua. saking tua nya, bahkan pada saat awal saya menandatangani kontrak untuk menempati salah satu ruangan di gedung ini untuk satu tahun, pihak agen penyewaan mengingatkan bahwa saya tidak bisa tinggal disana lebih dari bulan juni 2018, karena gedung tersebut akan dirobohkan. mengingat kelulusan saya jatuh di bulan maret, maka saya pikir tak akan ada masalah sama sekali dengan rencana pengahancuran gedung yang dibuat oleh agen penyewa. sebelum gedung ini dihancurkan, toh saya sudah tak menempatinya lagi, begitu pikir saya waktu itu. Meski pada akhirnya saya tinggal di gedung tersebut hingga akhhir bulan april. 

Adapun beberapa hal yang membuat saya menjatuhkan pilihan untuk mengisi salah satu kamar di gedung ini adalah, biaya sewa yang relatif murah dengan fasilitas yang realtif komplit, pertimbangan jarak antara gedung ini dengan tempat saya melakukan riset dan jarak antara gedung ini dengan stasiun kereta terdekat (kebetulan gedung ini berada ditengah-tengah antara tempat saya melakukan penelitian dan stasiun terdekat). Meskipun dengan segala kekurangannya, saya akan dengan sangat tegas untuk bilang bahwa saya menyukai tempat ini.  

hidup di negeri yang mengalami pergantian musim sekitar 4 bulan sekali, membuat sense kita terhadap waktu yang terus malaju menjadi cukup lemah, eeh tahu-tahu sudah musim semi, loh ko sudah musim gugur, wah ternyata sudah musim dingin, aduh sudah mulai musim panas. ya kurang lebih seperti itu lah gerutuan orang yang tidak sadar dengan waktu yang berjalan dan terlena dengan keindahan serta pesona tiap musim yang ditawarkan. itu pula yang menghinggapi perasaaan saya. hingga tak terasa, setahun lebih saya telah tinggal di gedung tua itu, menikmati menghabiskan dingin dan panas lalu kemudian tersenyum-senyum di musim semi dan musim gugur. Bagi saya, gedung itu bukan hanya menjadi tempat singgah, tapi juga menjadi tempat saya bisa nyaman berkontemplasi di tengah hiruk-pikuk aktivitas aktualisasi diri. bahkan terkadang saya juga berolah raga disana, beruntung saya dapat warisan alat kebugaran sederhana yang bisa digunakan didalam ruangan, alatnya semacam sepeda yang tak berpedal, dia punya handle bar dan ada tumpuan lututnya, cara menggunakannya adalah dengan mengayunkan lutut mendekati dada, meski gerakannya sederhana, tapi cukup ampuh lah untuk membakar kalori hasil makan ayam balado di malam hari.  apa tidak berisik berolah raga di dalam kamar?

oh tentu saja berisik, namun beruntungnya saya bahwa kamar dibawah kamar saya dan kamar di samping kanan kamar saya adalah kamar-kamar yang sudah tak berpenghuni, hanya tersisa satu kamar di sebelah kiri kamar saya yang saya tahu bahwa kamar tersebut masih ada penghuninya. ko bisa tahu? dengkuran penghuninya ketika malam hari tiba, membuat saya yakin betul bahwa ada orang yang tinggal disana. dengkurannya menembus dinding!

ya seperti itulah kondisi gedung tua yang saya tinggali, sungguh banyak sekali kurangnya, namun saya tetap suka.

Lalu, singkat cerita, skitar bbrapa pkan lalu saya mendapatkan kabar dari seorang sahabat, bahwa gdung apato ini dirubuhkan (mungkin di renovasi). Sebetulnya memang sudah tahu sejak dari awal mengenai hal tersebut, namun entah kenapa, tetap saja ada perasaan berat yang menghinggapi (mohon maklum, melankolis sejati). Sentimental values yang nempel erat di gedung itu tak akan pernah bisa terganti, meski hanya berganti wajah, meski hanya berubah bentuk,  tetap saja ada sesuatu yang berbeda, ada yang hilang dari sebelumnya.

ya, kita hanya akan bisa menggerutu dalam kehilangan ketika apa yang sangat erat melekat di hati, harus menghilang, pergi dan terganti. 


dua foto diatas adalah foto yang dikirimkan oleh sahabat saya, melihatnya membuat saya tersenyum getir..haha



2018/08/18
Tasikmalaya


Friday, 13 April 2018 0 comments

Sejenak dan kemudian bergegas

sebetulnya sungguh tak terasa bahwa sisa waktu yang saya miliki untuk bisa berlama-lama menghirup udara pagi tsukuba, menembus gelapnya malam tsukuba, merasakan sepinya tsukuba, mendengar sesekali bersiknya kicauan gagak tsukuba dan hangatnya suasana kekeluargaan tsukuba, hanyalah sebentar lagi jika sesuai dengan jadwal halte bus di jalur kehidupan no 12 saya ini. meski memang entah akan berlanjut kemana lagi kendaraan ini akan membawa saya, entah akan kembali ke tsukuba atau membawa saya ke tujuan lain yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya.

menarik memang menghadapi sesuatu yang baru, karena toh boleh jadi kita kadang lupa kapan terakhir kali kita melakukan sesuatu untuk yang pertama kalinya dalam hidup kita. selama Allah bersama kita, maka semua akan menyenangkan.. 

Masih di tempat duduk yang sama, 04/14/2018
Wednesday, 11 April 2018 0 comments

Tuang Pikiran

Boleh  jadi ini yang ketiga kalinya bagi saya menulis sebuah manuskrip hasil penelitian yang hendak di publikasikan melalui beberapa tahapan peer review journal. tapi tetap saja, jari-jari tangan dan otak ini belum terlalu terbiasa untuk menumpahkan ide-ide, mengkonversikannya menjadi padanan alur cerita yang menarik, yang saling bersambung pada tiap-tiap spasi paragraf sehingga menghasilkan draft artikel yang mudah difahami mengenai apa dan bagaimana hasil penelitian ini mampu ikut berkontribusi membentuk bangunan ilmu pengetahuan. terlebih di prosesnya, jika sudah harus memulai untuk mengarang bebas supaya introduction part bisa tidak hanya asal terisi penuh, namun mampu menyampaikan pondasi argumen yang relevan hingga pembaca mengamini bahwa penelitian ini memberikan signifikansi melalui kebaruan yang ditawarkan terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan maka, disitulah letak tantangannya bermula. permasalahannya adalah, wawasan saya diuji betul apakah mengetahui state-of the art dari bidang yang hendak kita tawarkan solusi dari permasalahan yang muncul bidang tersebut. tidak berhenti disitu, saya pun dituntut memahami semua konsep yang ada, yang memang kita harus faham, karena jika kita tidak memahaminya maka kita tidak faham. naon

pernah dengar istilah teko hanya akan mengeluarkan isi teko?

adagium yang sangat pas menggambarkan bagaimana proses kreatif dalam menulis (secara umum) bisa dimulai. terkadang kita berhenti dari ketikan-ketikan jari di keyboard, hanya karena kita sudah tidak tahu lagi akan membahas apa, tidak tahu lagi hendak menceritakan apa. meski memang masih banyak alasan lain yang memaksa kita menghentikan ketikan jari ini, sebut saja sakit perut perlu ke kamar mandi, masak indomie atau karena jualan sari mie. naon

tapi tak bisa dipungkiri, asupan-asupan informasi bernutrisi yang masuk ke kepala saya yang berhubungan dengan fondasi ilmiah dari riset yang saya tekuni, itulah bekal andalan satu-satunya ketika hendak menulis introduction part dari manuskrip yang ingin segera saya selesaikan ini (menulis secara umum). jika tak pernah ada asupan bergizi, maka tak ada keluaran yang berkualitas, argumen yang ber-nas, yang tersisa hanya kumpulan berbaris-baris kalimat yang sengaja dideretkan agar supaya tulisan terlihat penuh. dagingnya dikit, tulang semua.

ini baru berbicara bab pembuka, belum lagi bab-bab yang lain yang memang mengharuskan kita menghadirkan kecermelangan pikiran dalam memadu-padankan wawasan yang ada demi memahami fenomena yang terjadi dari hasil penelitian yang hendak di presentasikan dalam sekumpulan gambar dan berbait-bait tulisan. 

--karena saya mau cape, biar bisa udahan nulisnya--

jadi, apapun itu bentuknya..jika hendak berkarya, menghasilkan ekspresi perasaan yang memiliki nilai tinggi baik dari perspektif ilmu pengetahuan ataupun moral, maka kita perlu asupan bergizi sebagai bekal yang bisa kita olah dan proses sehingga menghasilkan energi yang cukup agar kita mampu menghasilkan sesuatu. tidak berhenti karena sudah tidak tahu, tidak berhenti karena sudah tidak bisa. semakin banyak kita tahu, setidaknya semakin banyak peluru yang bisa kita siapkan jika sesekali itu dibutuhkan.

hindari sesuatu yang jelas-jelas tidak jelas kebermanfaatannya seperti HOAX, narkoba dan kang junaedi!


WPI-MANA (NIMS)- 11 April 2018 jam 9.28 P.M 
Wednesday, 7 February 2018 0 comments

Check Point Imaji

ketika kita berproses, maka check point2 dari panjangnya proses yang kita lalui adalah suatu kebutuhan. Mungkin, bisa kita menjadi layaknya seorang pelari marathon yang memiliki napas panjang dan tidak mudah terengah-engah ketika berusaha mencapai garis akhir di track yang panjang dengan ujung tak terlihat, pangkal tak terbayang. Tapi dengan konsistensi dan persistensi yang kita bangun dengan mencipta check point imaji, boleh jadi daya tahan kita jauh lebih lama, jarak tempuh kita jauh lebih panjang, capaian kita jauh lebih gemilang. meski perjalanan yang hendak di tempuh amat sangat panjang. 

Dan hari ini, adalah check point kesekian dalam jejak perjalanan hidup saya.

(gambar sebelum final presentation)

hanya agar saya mau siap untuk menuju check point selanjutnya, check point yang saya sudah harus tau bagaimana harus menuju kesana dan berapa lama estimasi waktu yang saya perlukan menuju kesana. sebetulnya cukup banyak parameter lain yang saya perlu invetarisir sebagai bekal perjalanan, tapi saya sedang tidak mau rajin menuliskannya saja. maaf ya

Ya setidaknya kita semua merasa faham meskipun belum tentu. Bahwa jarak panjang perjalanan, bisa kita bagi-bagi menjadi jarak pendek semau kita, asal kita mau saja. 

lihat saja si duyeh, dia bisa manjat pohon.
lihat itu si domo, dia bahkan bisa berenang.
saya salut dengan mereka, yang bahkan saya sendiripun tidak tahu mereka siapa.

ini sih hanya sekedar cara umum yang sudah barang tentu diketahui oleh orang-orang yang berakal. 

sudah ah, cape

berkah untuk kita semua..aamiin
Powered by Blogger.
 
;