Boleh jadi ini yang ketiga kalinya bagi saya menulis sebuah manuskrip hasil penelitian yang hendak di publikasikan melalui beberapa tahapan peer review journal. tapi tetap saja, jari-jari tangan dan otak ini belum terlalu terbiasa untuk menumpahkan ide-ide, mengkonversikannya menjadi padanan alur cerita yang menarik, yang saling bersambung pada tiap-tiap spasi paragraf sehingga menghasilkan draft artikel yang mudah difahami mengenai apa dan bagaimana hasil penelitian ini mampu ikut berkontribusi membentuk bangunan ilmu pengetahuan. terlebih di prosesnya, jika sudah harus memulai untuk mengarang bebas supaya introduction part bisa tidak hanya asal terisi penuh, namun mampu menyampaikan pondasi argumen yang relevan hingga pembaca mengamini bahwa penelitian ini memberikan signifikansi melalui kebaruan yang ditawarkan terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan maka, disitulah letak tantangannya bermula. permasalahannya adalah, wawasan saya diuji betul apakah mengetahui state-of the art dari bidang yang hendak kita tawarkan solusi dari permasalahan yang muncul bidang tersebut. tidak berhenti disitu, saya pun dituntut memahami semua konsep yang ada, yang memang kita harus faham, karena jika kita tidak memahaminya maka kita tidak faham. naon
pernah dengar istilah teko hanya akan mengeluarkan isi teko?
adagium yang sangat pas menggambarkan bagaimana proses kreatif dalam menulis (secara umum) bisa dimulai. terkadang kita berhenti dari ketikan-ketikan jari di keyboard, hanya karena kita sudah tidak tahu lagi akan membahas apa, tidak tahu lagi hendak menceritakan apa. meski memang masih banyak alasan lain yang memaksa kita menghentikan ketikan jari ini, sebut saja sakit perut perlu ke kamar mandi, masak indomie atau karena jualan sari mie. naon
tapi tak bisa dipungkiri, asupan-asupan informasi bernutrisi yang masuk ke kepala saya yang berhubungan dengan fondasi ilmiah dari riset yang saya tekuni, itulah bekal andalan satu-satunya ketika hendak menulis introduction part dari manuskrip yang ingin segera saya selesaikan ini (menulis secara umum). jika tak pernah ada asupan bergizi, maka tak ada keluaran yang berkualitas, argumen yang ber-nas, yang tersisa hanya kumpulan berbaris-baris kalimat yang sengaja dideretkan agar supaya tulisan terlihat penuh. dagingnya dikit, tulang semua.
ini baru berbicara bab pembuka, belum lagi bab-bab yang lain yang memang mengharuskan kita menghadirkan kecermelangan pikiran dalam memadu-padankan wawasan yang ada demi memahami fenomena yang terjadi dari hasil penelitian yang hendak di presentasikan dalam sekumpulan gambar dan berbait-bait tulisan.
--karena saya mau cape, biar bisa udahan nulisnya--
jadi, apapun itu bentuknya..jika hendak berkarya, menghasilkan ekspresi perasaan yang memiliki nilai tinggi baik dari perspektif ilmu pengetahuan ataupun moral, maka kita perlu asupan bergizi sebagai bekal yang bisa kita olah dan proses sehingga menghasilkan energi yang cukup agar kita mampu menghasilkan sesuatu. tidak berhenti karena sudah tidak tahu, tidak berhenti karena sudah tidak bisa. semakin banyak kita tahu, setidaknya semakin banyak peluru yang bisa kita siapkan jika sesekali itu dibutuhkan.
hindari sesuatu yang jelas-jelas tidak jelas kebermanfaatannya seperti HOAX, narkoba dan kang junaedi!
WPI-MANA (NIMS)- 11 April 2018 jam 9.28 P.M
0 comments:
Post a Comment