Wednesday, 14 June 2017

Cerita-nya

saat mengayuh sepeda dalam perjalanan pulang, tiba-tiba sekelebat ingatan muncul. kuatnya efek dari udara dingin malam ini berhasil mendistraksi apa yang sebenarnya sedang ku lakukan pada saat itu, mencipta banyak genangan kenangan di kepala, membuat bayang-bayang ingatan yang acak terus berputar-putar di otak. 

agak aneh memang udara malam ini, tak seharusnya sedingin ini. dingin tak semestinya muncul lagi, penghangat tak seharusnya terpasang lagi. untuk musim ini. 

lalu ingatan tentang masa-masa itu muncul tiba-tiba. 

kurang lebih 6 tahun lalu, tepatnya di sekitar bulan juni-juli yang bertepatan dengan bulan Ramadhan kala itu. 

kisah mengenai kelakuan ajaib seorang sahabat  yang begitu antusias untuk berbagi rasa bahagia yang ia punya, berbagi apa yang ia miliki, meski tak banyak, meski tak seberapa. dialah sosok yang selalu kami andalkan, sosok yang selalu mampu menjadi turbin energi pendorong bagi sahabatnya ketika redup, sekaligus menjadi lilin yang yang selalu bersedia berbagi cahaya, meski ia meleleh dan habis.

pukul 16.00 dia sudah bersiap dengan semua yang dia butuhkan.
kertas bungkus nasi, karet gelang atau hekter (atau mungkin keduanya jika saat itu dia punya), lalu plastik kantong kresek. 
itulah peralatan sederhana dan murah yang biasa ia beli di warung kecil di depan tempat ia tinggal selama 2 tahun terakhir ini. 
ia beralih ke yang lain setelah ia pastikan bahwa semua tersedia. sekitar 2 jam menuju adzan maghrib untuk berbuka. "sudah saatnya memasak nasi" begitu pikirnya. rice cooker pembelian ibunya saat pertama kali ia menginjakkan kaki di kota kecil ini menjadi satu-satunya alat masak proper yang ada di kamar kecil miliknya. sisanya hanyalah termos plastik pemanas bertenaga listrik yang katanya bisa dibuat untuk memasak mie instant, meski entahlah itu sehat atau tidak, apa jadinya plastik yang terkena kepingan logam panas karena diberi energi listrik?? sungguh aneh.
namun, meski hanya ada rice cooker itu, baginya lebih dari cukup sebagai modal berbagi kebahagiaan dengan mereka-mereka yang ia inginkan untuk dapat merasakan bahagia yang ia rasa. tak butuh lama, setengah jam berlalu, rice cooker mulai mengepul, nasi sudah cukup masak.

ia pergi ke warung makan murah yang telah menjadi tempat favoritnya semenjak ia tahu ada warung semurah ini di sekitar tempat ia tinggal. bayangkan saja, kau bisa dapatkan sebungkus penuh sayur tumis yang kau sendok sendiri hanya dengan mengeluarkan uang 1500 perak. BBM pada saat itu masih sekitar 5000 rupiah. 
disana ia membeli sayur tumis, tempe dan sedikit kuah ayam kecap. sebenarnya porsi yang sangat banyak yang ia ambil, tapi selalu saja, bapak pemilik warung mematok harga yang keterlaluan murah untuk makanan sebanyak itu. mungkin bapak sudah tak memikirkan untung rugi dalam berdagang. yang penting ibadah, mungkin begitu yang ada di benak bapak. semoga bapak dan keluarga mendapat keberkahan dari Allah.

pulang ke rumah, ia mulai membagi 3 porsi makanan yang ia beli, satu untuknya, 2 lagi untuk entahlah. lalu ia membungkus 2 kepal nasi seukuran porsi makan bapak-bapak pekerja berat. ia rapihkan dan masukkan ke kantong kresek 2 porsi lauk dan 2 bungkus nasi berukuran besar.

waktu-waktu sore di bulan Ramadhan adalah waktu dimana mahasiswa-mahasiwi berlalu-lalang kesana kemari, bergerombol-gerombol, memadati jalanan-jalanan, menghabiskan waktu sore hingga adzan maghrib tiba tidak terasa. namun beda dengan sahabatku ini, dengan setelan yang seadanya,  tas selendang bermerek yang ia dapat dari diskon besar-besaran serta sendal gunung yang selalu jadi favoritnya, bahkan sempat satu waktu ia kehilangan sendal gunung itu, lalu esoknya, ia bobol tabungannya yang sedikit untuk membeli sendal gunung yang sama, persis, identik dengan sendal yang hilang. boleh dibilang, semacam obsesi mungkin.  dia pergi keluar rumah menuju ke entahlah. karena tujuannya memang bukanlah suatu tempat. yang dia cari adalah orang. orang yang kebingungan hari ini hendak makan apa, kebingungan bukan karena saking banyaknya pilihan menu jajanan makanan yang tersedia, namun karena tak mampu mereka membelinya. 

5 menit ia berjalan kaki, 5 menit itu pula matanya cukup awas memandang area di sekitarnya, siapa tau ia menemukan apa yang ia mau. pucuk dicinta, semuanya tiba, tak butuh lama ia menemukan sosok ibu tua renta yang menggendong anak. Ia berselendangkan sarung kumal dan bersila di atas koran entah terbitan kapan. Ia menghampirinya dengan seolah tak hendak menghampirinya. baginya, hina jika tingkahnya menarik perhatian orang. "Bu ini alhamdulillah sedikit rezeki untuk buka nya ibu dan adek, mudah-mudahan barokah" begitu ucapnya dengan suara amat pelan namun sangat tergesa. bersamaan dengan diserahkannya kantong keresek yang ia bawa. "aduh nuhun pisan cep, mugia kagentosan kunu langkung2" sambil hampir mencium tangan sahabatku ini. namun ia mengelak. tak pantas baginya mendapat penghormatan sejauh itu dari makhluk mulia yang Allah letakkan syurga di telapak kakinya. "aamiin bu" sambil ia pergi terburu-buru.

entah perasaan semacam apa yang ia rasakan di saat itu. 

yang jelas, bahagia yang ia punya, tiba-tiba termultiplikasi oleh senyum bahagia dari mereka.

sepanjang perjalanan pulang, senyum yang menahan tangis bahagia tergambar jelas di rona mukanya.

Aku memberi, agar Allah mampukan aku untuk memberi lebih banyak..

begitulah katanya cara ia berbahagia.



Tsukuba, 2017-06-15 02.02
source: Gambar








1 comments:

Unknown said...

Aku memberi, agar Allah mampukan memberi lebih banyak.

Bagusss T_T

Post a Comment

Powered by Blogger.
 
;